Rabu, 01 Januari 2020

Payangan bukan Pahyangan | Kesalahan Berbahasa Radar Jember


Kesalahan berbahasa Radar Jember ditulis dalam judul hari (Sabtu, 25 Februari 2016). Dalam berita utama di harian Jember itu ditulis besar judulnya "Surga Bagi Peselancar Pantai Pahyangan di Kecamatan Ambulu". Apa yang salah? Yang salah adalah nama pantainya. Warga sekitar menyebutnya 'Payangan'. Mengapa di Radar Jember hari ini ditulis 'Pahyangan' dengan /h/ di suku kata pertama. Padahal dalam berita-berita sebelumnya, Radar Jember juga menulis 'payangan' tanpa /h/. Mungkin karena lain wartawan atau mungkin karena yang lain.

Ada baiknya dibahas dulu apa itu 'payangan'. Payangan berasal dari bahasa Jawa yang berarti 'tempat untuk
atau tempat orang-orang mayang'. Dalam kaidah tata bahasa Jawa, akhiran /-an/ ada yang bermakna 'tempat'. Misalnya kata dalam bahasa Jawa 'Pring-pringan', pring bermakna bambu, pring-pringan bermakna tempat yang ada pohon bambunya. Lalu kata payangan kata dasarnya adalah mayang dan payang. Keduanya adalah bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Jawa juga.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata payang bermakna pukat atau jala untuk menangkap ikan. Selain itu dalam bahasa Indonesia ada tiga kata mayang. Salah satunya bersinonim dengan bunga. Ada pula kata mayang yang bermakna perahu layar. Dalam arti lain mayang atau payang adalah kegiatan yang berkaitan dengan nelayan. Bagaimana dengan pantai Payangan di Jember (yang ditulis Pahyagan oleh harian Radar Jember)?

Pantai Payangan adalah pantai yang bertetangga dengan Watu Ulo itu merupakan pantai yang menjadi tempat bersandarnya kapal/perahu nelayan di wilayah selatan kecamatan Ambulu. Pantai yang terkenal dengan beberapa bukit dan Teluk Cinta-nya itu kini disebut-sebut sebagai surga untuk selancar. Di pantai itu sejak semula menjadi tempat para nelayan, orang Jawa biasa menyebut tempat para nelayan sebagai payangan. Sebutan tersebut lambat laun menjadi nama, maka disebutlah pantai Payangan sebagai nama.

Mengapa Radar Jember menyebut Pahyangan padahal sebelumnya cukup ditulis Payangan tanpa /h/. Bisa jadi, ini merupakan upaya gagah-gagahan dari penulisnya. Bukankah kalau ditulis Pahyangan mirip dengan Kahyangan? Mungkin ada misi besar di balik pengubahan penulisan tersebut. Bisa jadi hendak mengubah namanya menjadi pantai Kahyangan. Memang ini hanya asumsi belaka, tetapi kemungkinan tersebut tidak menutup kemungkinan. Hal ini jika dikaitkan dengan upaya pemkab Jember yang mulai mendata dan melirik objek wisata baru di Jember. Bahkan beberapa hari sebelumnya, Radar Jember juga menurunkan berita tersebut.

Bukankah branding sebuah tempat wisata sangat penting? Contohnya adalah teluk Cinta yang ada di pantai Payangan. Sebenarnya itu adalah bentuk topografi patai yang melengkung dan menyudut di tengah, mirip bentuk bagian atas lambang hati alias 'cinta'. Sebenarnya itu adalah bentuk alamiah oleh ombak laut, jika itu memang bentuk cinta seharusnya bentuknya utuh menyerupai lambang hati, tetapi itu tidak mungkin karena pantai bukan danau. Selanjutnya penyebutan teluk cinta telah menjadi viral dengan foto dan status di media sosial para pengunjungnya.

Kembali ke Pahyangan, jika nanti diubah menjadi Kahyangan tentu itu akan lebih menjual, seperti cinta atau love di atas. Kahyangan adalah kata lain dari surga, tempat para bidadari berdiam. Entahlah, hendaknya pengembangan wisata juga berporos pada lokalitas dan tradisi, agar lebih berisi dan tetap lestari.